Sunday, February 23, 2020

Menjadi 23 di tanggal 23

Dua tahun belakangan ini ulang tahun saya selalu terjadi di akhir pekan, saya selalu bertanya-tanya setahun ke depan bakal di mana? lagi ngapain saya?
Dari kecil saya punya ekspektasi tinggi untuk ulang tahun, sesederhana orang-orang inget dan ngucapin, mungkin kalau kolega-kolega punya waktu...ngasih kejutan, juga boleh?
Tapi beberapa tahun ke belakang, semua rasa ingin merayakan (dengan gemesh, instagramable, dan sesuai standar sosial) mulai lenyap, perasaan kayak gitu mulai memudar. buktinya? ini buktinya saya malah ngentik di depan laptop sambil memutar tembang dari spotify, hehe.
blink 182 (band favorit kakak saya dulu) juga bilang: "nobody likes you when you're 23". 
___

Setelah awal bulan lalu, saya kelar di wisuda, pikiran yang selalu menghantui adalah, kapan tepatnya saya bisa financially independent, stable job? kapan saya catch up lagi dengan kehidupan yang sebenar-benarnya, setelah saya menekan ego untuk ga ngapa-ngapain sampai semua tentang skripsi rampung? 
dan, semua tentang menjadi bertambah dewasa, bikin saya ngerasa, ya hidup lagi-lagi tentang 'dipaksa' berjuangapalagi umur udah nambah. meskipun saya tetep ngeset diri saya buatjangan lupa senang-senang. 
___

Baca dua paragraf di atas, dalam postingan yang sama bikin saya nyadar, betapa pengen ngobrolnya saya sama manusia. Manusia yang sepantaran sih tepatnya, yang menghadapi masalah-masalah serupa, yang katanya facing (early) quarter life crisis. Membicarakan (entah) omong kosong apa yang terus membuat kita ada di bawah tekanan. Apalagi banyak banget jargon-jargon seliweran yang klaim bahwa baik millennial, apalagi gen z (angkatan saya tepatnya) bakal susah hidup layak, simply gak bisa beli rumah dan bahkan soal urusan dating?! nemu artikelnya di sini (mainly fokusnya ke millenial sih bukan, gen z) pengen banget ngobrolin hal-hal kayak gini. 

___

Maaf, maaf, maaf, saya masih kepikiran sama kamu? Nanti, sebelum saya (semoga) menikah atau kayaknya kamu duluanmari kita bertemu, menyelesaikan urusan saya...yang menggantung diantara kepulan kopi atau teh, untuk dialog selamat tinggal selamanya.

Wednesday, February 19, 2020

Bisik bisik tentang hidup

Satu hal yang paling sulit diprediksi adalah skenario hidup manusia yang dibuat Tuhan, sepertinya tidak akan ada satu pun yang bisa menghindarihal yang paling memungkinkan barangkali cuma mengusahakan semampunya. Bicara soal hidup, saya pun gak tahu banyak. Menuju dua puluh tiga, hal-hal semakin tak terduga, juga semua hal makin terlihat samar. Iya saamar dan bahkan sedikit gelap, semua hal yang terjadi semakin sulit ditebak-tebak. Saking sulitnya ditebak, kadang kelelahan sendiri dan pasrah dengan skenario yang ada, ikuti saja (katanya kebanyakan). Hidup itu lebih lucu lagi karena gak ada manual-nya, kadang bisa bikin ketawa bahagia, gigit jari, bahkan rasanya ingin minta diri ditelan ke dasar bumi...yang paling dalam. 
Seolah tiap hari kita dipaksa untuk mencoba dari satu hal ke hal yang lain, merangkak lagi, dan berhentijarangkali ditawarkan jadi opsi. Dulu waktu yang lebih muda, dan dengan kenaifan yang adasaya masih percaya bahwa manusia di sekitar bisa menopang atau mengulurkan tangan. Tapi ada yang pernah bilang sama saya, bahwa meskipun sudah berbuat baik kita gak akan pernah benar-benar menahan seseorang di sisi kita, karena kita gak bisa melimitasi manusia dan situasi. Sulit ya? seolah-olah bermodal baik pun, tidak seutuhnya menjamin bahwa in return kita akan diperlakukan sama. Tapi toh manusia dalam hidupnya, adalah pemeran utama untuk hidupnya sendiri. Pada akhirnya semua orang akan sendiri, prosesnya yang berbeda-beda, karena mungkin tidak benar-benar sendiri, tapi manusia di sekitarnya datang dan pergisilih berganti.


 ketakukan terbesarku perlahan menghilang, tapi tahun-tahun yang lalu aku menyadari bahwa aku mencarimu di setiap orang sekarang hatiku dipe...