Wednesday, December 22, 2021

sesak

Pernah gak sih dadamu rasanya penuh sesak? padahal bibirmu senyum sumeringah dan kepalamu tegak menghadap ke depan? Lalu kamu terus merapal dalam hidupmu bahwa menangis adalah urusan privat. 

Setiap hari aku berpikir ingin sekali rasanya menemukan lalu bersandar pada seseorang, namun saat dadaku kembali terasa sesak, jangankan membayangkan hidup "baru" dengan orang lain, berpikir untuk ke sana pun kepalaku terasa berat. Semua tanggung jawab yang diam-diam dititipkan padaku, entah tanpa disadari atau tidak, membuatku merasa semakin tidak pantas untuk siapa-siapa. Aku terus ketakutan, bila nantinya seseorang (yang entah ada atau tidak) itu justru semakin terbebani segerombolan rangkaian hidupku, dan apa aku punya ruang untuk berbagi sedang di sana sini minta diurus? Apa kebahagiaan masih kelihatan dan aku bisa meraihnya di ujung sana?

Tanganku tetap mengadah ke atas, berdoa pada-Nya agar hatiku dilegakan, agar apa-apa yang membuatnya sesak disudahi. Caraku memberikan narasi pada hal-hal yang ku jalani, dengan tawaku tak sepadan. Mereka begitu berlawanan dan membuatku terheran-heran. Mungkin menjadi ramai itu metodeku agar tak merasa begitu kesepian juga perlindunganku mengatasi sesak yang semakin sering mampir. 


Sunday, July 25, 2021

 Jatuh cinta pun butuh energi dan usaha, pertanyaannya adalah... 

apakah saya masih punya semua itu?

Kalau diingat-ingat terakhir kali benar-benar kepikiran sesuka itu sama manusia, waktu saya kuliah. Dulu saya kira, saya sudah mengakhiri kutukan ini, tidak lagi suka sama seseorang sendirian. Eh, tapi nasib ya, siapa yang tau di saat saya sesuka itu sama manusia ini, dia pun lagi se-jatuh cinta itu sama orang lain. Lucu ya?

Tapi saya jadi menyadari sesuatu, beberapa tahun yang lalu saya selalu merasa, kalau kita kasih 100 persen ke orang lain, maka orang lain akan begitu sama kita. Kalau kita baik sama orang lain, maka orang lain akan memperlakukan dengan hal yang sama, karena mereka akan mempertimbangkan apa yang pernah kita berikan. dih?! kamu kok pamrih?!. Satu hal yang saya ingat dari pesan senior saya buat saya adalah baik aja gak cukup. Noted, kak! toh yang berlebihan memang gak baik, bahkan saat kita bicara soal kebaikan. Maka sesuai aja sama porsinya.  

Saya belum riset, ini gak ilmiah, tapi dari yang sudah-sudah hubungan manusia dewasa itu dimulai dengan ada atau tidaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Dulu suka merasa "ah kenapa sih kok gitu? kok ga seimbang". 

Kasarnya gini "dateng pas ada butuhnya doang", gitu. 

Semakin ke sini, saya tidak lagi patah hati, justru saya berpikir hal ini ya sah-sah saja, wajar. Meski begitu saya masih percaya ada yang namanya unconditional love sih. Atau di luar adanya kebutuhan itu, manusia akan mendekat secara natural ke sesuatu yang mereka sukai/membuat nyaman. 

Saya pernah ngobrol sama sahabat saya, yang pernah ada dalam hubungan yang umurnya cukup panjang, dan pada satu titik tertentu mereka..memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut. Lalu, dia bilang bahwa yang hilang itu adalah tahun-tahun yang mereka lalui, investasi waktu, tenaga, dan perasaan. Di level pacaran pun, hubungan bisa jadi sudah sangat melelahkan. 

Walau belum pernah benar-benar ada dalam hubungan yang serius, ada satu hal yang amati melihat hubungan pasangan/manusia sebagai individu di sekitar saya. Komunikasi itu kunci, mulai dari hal remeh temeh sampai yang levelnya besar, terdengar klise ya? Hanya kadang-kadang kita takut menyakiti perasaan seseorang dan/sebaliknya takut kita yang tersakiti, pada akhirnya kita selalu menghindari pembicaraan atas topik-topik yang tidak nyaman. 

Sampai hari ini pun saya seringkali melakukan hal itu, menghindari topik-topik yang tidak nyaman. Padahal dari ketidaksengajaan membicarakan hal-hal semacam itu, saya jadi merasa lebih lega, walau butuh waktu lama untuk mencernanya.

Dan, siapa yang tahu kapan jodoh datang di hidup kita? kadang juga perasaan ngeyel sulit diatur, ada yang nyambung tapi jauh digapai, yang dekat rasanya seperti benang kusut atau minyak dan air.

Tuesday, February 23, 2021

Merayakan 24 dalam 23

Jadi rencana hari ini adalah bangun pagi, merayakan penuaan ini, bantuin Ibu masak (yang notabene untuk ngerayain ultah ke-24 ini, woy tua amat lu marfuah...) dan lanjut kerja. Untuk selebrasi kebebasan saya di jerat lingkaran setan 23 ini saya pun secara khusus memesan cake berwajah Ryu Jun-yeol, eh kagak dateng tu cake karena owner-nya salah lihat tanggal order, dikira ultah hamba 24 Februari. Yeu itu mah ultahnya Mas Nicsap kali ah, maka gagal lah misi merayakan ultah bareng bebeb junyeol (maaf halu, gue tuh suka aja sama ryusdb sebagai fans, beneran deh. lagian mukanya merakyat banget elah)




Apa yang saya syukuri hari ini? 
masih hidup, masih bernafas, dan puing-puingnya berserakan lagi berupaya saya rapikan, walau 23 yang lalu bikin saya jengkel dan nangis berkali-kali. 
Tapi ada di sini, didoakan yang baik sama manusia-manusia sekitar bikin hati hangat.

Terlebih lagi, walaupun saya lahir bulan Februari saya gak suka bulan ini, patah hati pertama saya di mulai bulan ini, papa saya sempat opname bulan ini, banyak naik turun waktu melalui Februari...pokoknya saya punya love-hate sama bulan ini, sekian. 

Semoga kamu, kamu, dan kamu dilimpahi banyak kebahagiaan ya, 
ada hari ini di mana aku berdoa semua ini disudahi....lalu aku peluk diriku, bilang terima kasih dan memilih tidur saja. 


berhubung cake-nya gak ada dan untung aja Shasao ngadoin aku 
griptok gemas berwajah kanjeng mas ryusdb

Kalau kata EXO dkk, baby don't cry 

 ketakukan terbesarku perlahan menghilang, tapi tahun-tahun yang lalu aku menyadari bahwa aku mencarimu di setiap orang sekarang hatiku dipe...