Jatuh cinta pun butuh energi dan usaha, pertanyaannya adalah...
apakah saya masih punya semua itu?
Kalau diingat-ingat terakhir kali benar-benar kepikiran sesuka itu sama manusia, waktu saya kuliah. Dulu saya kira, saya sudah mengakhiri kutukan ini, tidak lagi suka sama seseorang sendirian. Eh, tapi nasib ya, siapa yang tau di saat saya sesuka itu sama manusia ini, dia pun lagi se-jatuh cinta itu sama orang lain. Lucu ya?
Tapi saya jadi menyadari sesuatu, beberapa tahun yang lalu saya selalu merasa, kalau kita kasih 100 persen ke orang lain, maka orang lain akan begitu sama kita. Kalau kita baik sama orang lain, maka orang lain akan memperlakukan dengan hal yang sama, karena mereka akan mempertimbangkan apa yang pernah kita berikan. dih?! kamu kok pamrih?!. Satu hal yang saya ingat dari pesan senior saya buat saya adalah baik aja gak cukup. Noted, kak! toh yang berlebihan memang gak baik, bahkan saat kita bicara soal kebaikan. Maka sesuai aja sama porsinya.
Saya belum riset, ini gak ilmiah, tapi dari yang sudah-sudah hubungan manusia dewasa itu dimulai dengan ada atau tidaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Dulu suka merasa "ah kenapa sih kok gitu? kok ga seimbang".
Kasarnya gini "dateng pas ada butuhnya doang", gitu.
Semakin ke sini, saya tidak lagi patah hati, justru saya berpikir hal ini ya sah-sah saja, wajar. Meski begitu saya masih percaya ada yang namanya unconditional love sih. Atau di luar adanya kebutuhan itu, manusia akan mendekat secara natural ke sesuatu yang mereka sukai/membuat nyaman.
Saya pernah ngobrol sama sahabat saya, yang pernah ada dalam hubungan yang umurnya cukup panjang, dan pada satu titik tertentu mereka..memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut. Lalu, dia bilang bahwa yang hilang itu adalah tahun-tahun yang mereka lalui, investasi waktu, tenaga, dan perasaan. Di level pacaran pun, hubungan bisa jadi sudah sangat melelahkan.
Walau belum pernah benar-benar ada dalam hubungan yang serius, ada satu hal yang amati melihat hubungan pasangan/manusia sebagai individu di sekitar saya. Komunikasi itu kunci, mulai dari hal remeh temeh sampai yang levelnya besar, terdengar klise ya? Hanya kadang-kadang kita takut menyakiti perasaan seseorang dan/sebaliknya takut kita yang tersakiti, pada akhirnya kita selalu menghindari pembicaraan atas topik-topik yang tidak nyaman.
Sampai hari ini pun saya seringkali melakukan hal itu, menghindari topik-topik yang tidak nyaman. Padahal dari ketidaksengajaan membicarakan hal-hal semacam itu, saya jadi merasa lebih lega, walau butuh waktu lama untuk mencernanya.
Dan, siapa yang tahu kapan jodoh datang di hidup kita? kadang juga perasaan ngeyel sulit diatur, ada yang nyambung tapi jauh digapai, yang dekat rasanya seperti benang kusut atau minyak dan air.