"Tiup lilinnya, tiup lilinnya" begitu ku dapati suaramu dibarengi tepuk tangan yang antusias dari seberang meja. Aku tersenyum, mendekatkan kedua tanganku dan berdoa, setelahnya langsung meniup lilin itu. Bersamaan sisa-sisa asap dari api lilin—kamu kembali bertanya "tadi berdoa apa?". Aku diam sebentar dan menjawabmu, "doa buat gue lah, biar bahagia terus, haha", aku bohong lagi, batinku. Ia tertawa kecil, "ya baguslah kalo gitu, siapa lagi coba yang doain lo—kalo bukan diri lo sendiri?", kami tertawa sejenak.
Ada jeda panjang diantara obrolan kami, aku banyak diam dan berpikir, aku yakin ini hari yang tepat untuk bilang tentang rahasiaku. Saat aku buka suara, "gue mau ngomong", di saat yang sama "eh gue mau bilang", serentak suara kami berkejaran, tumpang tindih.
Aku bilang padanya "lo dulu deh", dia bilang "oh oke kalo gitu".
"Bulan depan gue married!", ia berapi-api matanya berbinar, sambil mengeluarkan undangan itu, warnanya broken white dengan ornamen bunga-bunga di sekelilingnya.
beberapa detik aku sempat terpaku, lalu ku bilang padanya sambil menjabat tangannya dan mencoba mengontrol ekspresiku "selamat...gue tau lo akan jadi sama dia, kalian cocok banget! so happy for you, kalo gak berhalangan gue pasti dateng".
"thanks, ya kali lo ga dateng? btw, tadi mau bilang apa?"
"eh..tadi gue mau ngomong apa ya? anjir lupa gue, gue seneng banget denger kabar lo... sampe lupa tadi mau ngomong apa?" timpalku.
"aneh kebiasaan kalo ngomong setengah-tengah", ia melihatku sebal.
"bakalan gue chat kalo gue udah inget".
Setelahnya aku menghindari banyak perbincangan tentang diriku, memusatkan perbincangan kami padanya. Aku terus tersenyum "ini hari ulang tahunku kan?" aku ulang-ulang kalimat itu dalam kepala. Ku fokuskan pikiranku dengan memori-memori bahagia.
Dua jam menuju pergantian hari, aku memutuskan pamit, "eh balik ya? ini ada urusan di rumah, sorry".
"eh Cinderella banget lo sekarang?" (salah satu karakter putri Disney, yang harus pulang tepat sebelum 12 malam)
Aku bergegas dan merapikan barangku, cake yang ia bawa sudah habis dimakan dan dibagi-bagi ke orang-orang sekitar kami, "pamit ya, bye! baik-baik sampai hari-h".
---
Aku seret langkah kakiku secepat mungkin untuk keluar. Ingatanku kembali ke beberapa jam yang lalu, kemudian bayangan lilin ulang tahun itu muncul. Iya, aku seperti lilin itu, kabar baik yang ia bawa meniup atau lebih tepatnya mematikan api lilinku. Aku seperti diguyur air dingin tiba-tiba tanpa diberi aba-aba, aku menggigil.
Ku peluk erat diriku, benar katanya tak ada yang mendoakanku selain diriku sendiri. Tadi sebelum ku tiup lilinnya, aku berdoa untuknya, "Tuhan, tolong sempatkan waktumu tiap harinya untuk menengok dan menjaga manusia di hadapanku ini".
---
Aku terdiam, lalu ada mobil berhenti tepat di sampingku. Aku naik lalu menutup pintu mobil, mari pulang, taksiku sudah datang.
-
terinspirasi dari cerita temanku dan drama yang ku tonton.