Sunday, August 02, 2020

sebelum pergi

sebelum pergi dari rumah, ritualku adalah memastikan bahwa kompor sudah dimatikan, listrik-listrik yang tak ku gunakan sudah padam atau kabelnya sudah terlepas dari steker, dan rumah sudah dikunci sebagaimana ia semestinya. ritual itu ibuku yang ajarkan, satu kali rumah kami pernah kemalingan—karena kakakku lupa menggembok pagarnya dari dalam, beberapa penghargaan berupa emas batangan milik ayahku dari hasil kerjanya selama dua windu hilang tak berbekas, sejak saat itu kakakku merasa bersalah dan tak pernah sekali pun meninggalkan rumah tanpa berkali-kali mengecek apakah kuncinya sudah terpasang dengan benar atau rumahnya sudah tergembok dari dalam, ia akan menanyaiku berkali-kali "udah dikunci/dicek semuanya?", "ini coba diliat, ada yang ketinggalan gak?".
dua kali rumah kami juga pernah hampir kebakaran, pertama saat lebaran, setelah pulang sholat Ied tiba-tiba aku mencium bau obat merah yang sangat kuat, aku hanya bertanya pada ibu apakah ada yang terluka? tapi ternyata itu adalah sebuah tanda, ada plastik yang terbakar, setengah tembok di dekat partisi untuk memajang foto dan menaruh telpon hangus. sebabnya ayahku membeli alat penurun watt listrik yang tak jelas juntrungannya, alat yang rasanya kw tersebut lantas memercikan api dan membakar tembok. tengah malam pukul tiga pagi, aku pernah mendapati meteran listrik mengeluarkan api yang membara-bara, ku dapati ayahku berlari untuk memadamkannya, aku panik dan ibuku terus melafal doa...aku tidak ingat di mana kedua kakakku berada, yang jelas katanya ada korsleting, aku tak tahu pasti...yang jelas pagi di rumah kami gelap gulita, semua lampu padam, padahal rumah tetangga terlihat begitu terang dengan lampu yang meneranginya. 

No comments:

Post a Comment

 ketakukan terbesarku perlahan menghilang, tapi tahun-tahun yang lalu aku menyadari bahwa aku mencarimu di setiap orang sekarang hatiku dipe...