Desember tinggal diujung waktu, 1 hari pun tak sampai. Saya jadi ingat kurang lebih percakapan satu tahun lalu:
"kamu pangling ya?", tanyanya sembari tertawa.
(tawanya adalah hal paling menarik dari semua kejadian yang berusaha saya rekam baik, tapi selalu gagal),
saya cuma jawab sekedarnya, "ah, hahaha, gak kok".
Hati saya merajuk, dia ngamuk. Wong mana mungkin saya lupa sama kamu barang sedetik.
Saturday, December 31, 2016
Tuesday, November 22, 2016
sebelas yang makin meracau
Saya kesulitan akhir-akhir ini, bukan lagi perkara memantaskan-dipantaskan. Tapi, segala hal terasa lebih sulit dari sebelumnya, saya ini seperti yang tak berindung; hanya seolah tumpang-tindih dan semakin tidak menemukan dalih untuk bertahan. Akhir-akhir ini sering terkesiap karena tercengang akan banyak kemungkinan yang awalnya hanya skenario tapi lambat laun tumbuh menjadi adegan per-adengan secara nyata. Saya tidak menemukan bangunan beratap dan susunan tulang yang saling menopang seperti yang saya dambakan, tidak pula identitas yang menjadikannya hakiki. Kalau bicara penyesalan, katanya cuma mereka yang bodoh yang selalu menyesal. Ya, maka saya tidak mau, biarkan saja apa yang sudah dicukupkan sampai di sini
Thursday, October 20, 2016
Sunday, October 09, 2016
menepi
Hal yang akhir-akhir ini paling populer bagi diri saya adalah, bermonolog dengan diri sendiri. Entahlah saya berupaya menarik diri dari peradaban. Saya paham sekali hal semacam itu salah, tapi saya pun tak punya solusi lain menyembuhkan segala perasaan yang simpang siur hinggap di hati saya, cuma ingin menepi, menjauhi pusat dari segala kepenatan.
Monday, October 03, 2016
Tentang kesepuluh yang terburu-buru
Saya sedang menyusuri jalan dipenuhi lampu temaram, memandanginya dan entah mengapa seolah buram lama-lama nyalang lampu itu, ah bukan—ternyata, pengkhianat benar mata ini.
Tahun ini terasa begitu memburu, memojokkan—dia cepat sekali, dia tidak beri waktu jeda untuk manusia macam saya ini.
Oktober terlebih, hari ini khususnya segalanya serasa penuh untuk saya. Dari cerita hierarki jawa di tengah manusia super open-minded yang lahir di tengah adat yang menyusutkannya dalam pusaran tanda tanya, cetakan manusia zaman itu dan segala benak tentang 'produk yang dipukul rata' menenggalamkan segalanya. Ada pula kisah tentang orang yang terus menerus mengirimkan aura negatif di tengah situasi positif yang lagi berusaha dibangun. Pun, ada pula kegelisahan sang empu yang tak tahu mau apa dia dengan hidupnya, dan si rapuh yang berusaha mengacaukan langkahnya—hanya karena, ia sedang patah. iya dia mungkin patah dan rusak sudah, memang ruam itu telah menyebar ke pembuluh darahnya jadilah segala rindu, ambisi dan dendam menguasai—menyerupai dosa yang tak ada habisnya.
Ya sudah, manusia memang tempatnya salah dan diburu-buru.
Tuesday, September 06, 2016
Berbagi keresahan
Plot hidup saya dalam satu hari ini sungguh luar biasa, mulai dari drama di pagi hari. Sederhana sih, hanya karena akumulasi emosi yang berawal dari marah dan merasa terbebani, lalu tangis pertama di kampus akhirnya pecah juga. Malunya adalah saya nangis tepat lima menit sebelum kelas dimulai. Selama kuliah ini saya jarang menangis, toh buat apa? Saya selalu bilang pada diri saya sendiri, "nangis gak akan bikin jutaan masalah lo selesai".
Saya sadar betul sebagai orang dengan derajat yang sama, kamu tidak akan mungkin mampu mengontrol orang untuk berpikir seperti kamu.
"Socrates yang sedang berusaha mengajarkan pemikirannya tentang konsep 'eudamonia' justru diaggap menyesatkan hanya karena bukan bagian dari mayoritas. Ia pun meninggal pasca meminum racun karena dianggap sebuah ancaman, dalam suasana demokrasi yang sedang gembar-gembornya."Lucu sekali ya rasanya, kebaikan itu dianggap sebagai sebuah ancaman dan ada saja yang menjadi korban dalam ketidakadilan didalamnya. Tapi memang tabiat manusia seperti itu, mereka hanya mau mendengar apa yang ingin mereka dengar; seringkali hanya berpegang teguh hanya pada hal yang realistis, hal 'setengah matang' selalu dikambing hitamkan.
Saya pribadi sejujurnya bukan orang yang benar-benar baik.
Tipe apa saya ini?
Saya cuma orang yang selalu terburu dalam mengerjakan sesuatu, ingin semua cepat selesai sampai lupa menikmati yang namanya proses. Maka hal sesimple minta "tolong" atau "bantuin saya dong", hal-hal itu jarang kali terucap kecuali mereka adalah orang yang saya percayai. Bawaan dari rumah menjadikan saya paket seperti ini barangkali.
Tipe apa saya ini?
Saya cuma orang yang selalu terburu dalam mengerjakan sesuatu, ingin semua cepat selesai sampai lupa menikmati yang namanya proses. Maka hal sesimple minta "tolong" atau "bantuin saya dong", hal-hal itu jarang kali terucap kecuali mereka adalah orang yang saya percayai. Bawaan dari rumah menjadikan saya paket seperti ini barangkali.
Sampai detik ini akumulasi emosi itu masih ada dimana-mana tidak tahu mau teriak pada siapa, belum selesai pula drama pagi hari itu merambat menjadi satu masalah baru di malam hari.
Saya tidak punya maksud apa-apa, cuma ingin membagi keresahan ini. Sulit ya memang 'memaksa' segala kondisi untuk tunduk, untuk mampu melancarkan konspirasi semesta yang sudah saya bayang-bayangkan.
Tuesday, July 12, 2016
Aku dan banyak orang lainnya—adalah mereka-mereka yang sedang tersesat.
Burung bebas terbang saat dilepaskan dari kandang, ayam-ayam juga bebas berlari saat dibebaskan dari kandangnya, kucing pun begitu—bebas tidur-tiduran di jalan tanpa diusir. Daun ketika menua melepaskan diri dari batangnya, jatuh dan berserakan ke tanah.
Tapi aku bukan mereka, aku hanya lagi tersesat.
——
Apa kamu pernah mendengar sebuah cerita tentang orang yang banyak menghabiskan waktunya dipinggir jendela—mengenggam gelas kopi yang tak jua habis, yang tadinya hangat lalu menjadi dingin?
Apa kamu pernah melihat seseorang yang begitu berdedikasi dengan bukunya, memeluk buku dengan erat dalam genggaman jari-jarinya?
Apa kamu pernah mengalami situasi berada di sebuah ruangan, lalu hujan turun dan kamu menyukai keadaan itu?
Apa kamu pernah berdiri ditengah keramaian lalu merasa kesepian?
Apa kamu pernah berdiri dengan begitu bahagia. namun ketika kamu melihat ke arah belakang—ada orang yang memuat harimu hancur berantakan?
Apa kamu pernah merasa hidupmu dipenuhi ketidak pastian?
Monday, July 11, 2016
Foto
Aku suka foto.
Aku suka memoto dan di foto.
Maafkan itu, tapi memang adanya seperti itu.
Aku senang mengenang masa lalu—mengabadikan momen.
Buatku foto mampu menghidupkan kenangan; kenangan kuat dan melekat dalam objek didalamnya. Foto dapat membawaku pada bertahun-tahun lalu, jauh sebelum hari ini. Foto pernah mengingatkanku bahwa hari itu tidak lebih baik dari hari ini. Atau pun sebaliknya.
Foto menjelaskan pernah ada orang yang begitu menderita, atau begitu bahagia.
Jangan salahkan aku bila satu waktu aku membidikmu dari lensaku,
barangkali kamu memang objek yang patut diabadikan.
Tuesday, June 28, 2016
you know what is wrong about always searching for answers—about something that happened in your past?
It keeps you from looking forward.
It distract you
from what's in front of you, your future. #TAoL
Saya adalah sepersekian dari banyak orang yang percaya—bahwa saya yang hari ini adalah saya yang telah terbentuk dari masa lalu. Tapi yang harus saya lakukan adalah—memaafkan masa lalu itu.
Monday, April 11, 2016
Gelombang
Dimensi tak terbilang dan tak terjelang
Engkaulah ketunggalan sebelum meledaknya segala percabangan
Bersatu denganmu menjadikan aku mata semesta
Berpisah menjadikan aku tanya dan engkau jawabnya
Berdua kita berkejaran tanpa pernah lagi bersua
Mencecapmu lewat mimpi
Terjauh yang sanggup kujalani
Meski hanya satu malam dari ribuan malam
Sekejap bersamamu menjadi tujuan peraduanku
Sekali mengenalimu menjadi tujuan hidupku
Selapis kelopak mata membatasi aku dan engkau
Setiap napas mendekatkan sekaligus menjauhkan kita
Engkau membuatku putus asa dan mencinta
Pada saat yang sama
(Dee, Gelombang)
(Dee, Gelombang)
Saturday, February 13, 2016
Bung Hatta
HATTA
SERI BUKU TEMPO : BAPAK BANGSA
Jika masih hidup, dan diminta melukiskan situasi sekarang, Mohammad Hatta hanya akan perlu mencetak ulang tulisannya yang terbit pada 1962:
"Di mana-mana orang merasa tidak puas. Pembangunan tak berjalan sebagaimana semestinya. Kemakmuran rakyat masih jauh dari cita-cita, sedangkan nilai uang makin merosot.
Perkembangan demokrasi pun terlantar karena percekcokan politik senantiasa. Pelaksanaan otonomi daerah terlalu lamban sehingga memicu pergolakan daerah. Tetara merasa tak puas dengan jalannya pemerintahan di tangan partai-partai." (hal. 2, Seri Buku Tempo: Bapak Bangsa)
Subscribe to:
Comments (Atom)
ketakukan terbesarku perlahan menghilang, tapi tahun-tahun yang lalu aku menyadari bahwa aku mencarimu di setiap orang sekarang hatiku dipe...
-
Di tengah kejaran deadline (yang dibikin-bikin sendiri) pasti saya selalu kepikiran sebuah ide untuk nulis lagi di blog ini, semalam saya k...
-
"Kalau ditanya apa yang terjadi tahun ini, aku kebanyakan lupa". Siapa sangka memulai tahun ini dengan tergopoh-gopoh justru memb...
-
Banyak hal yang berakhir baik dan mestinya ku syukuri, tapi kadang yang tidak—justru singgah di kepala lebih lama. Pecah telor juga akhirnya...